Kelompok 6
Nama Anggota: Catherine Febrianty (12-036)
Arifah Rakatasya Siregar (12-052)
Khadhra Ulfah (12-062)
Fitri Nirwana Sinaga (12-074)
Melinda Salim (12-092)
Seperti yang
telah diketahui, sekolah mempunyai peranan penting dalam kehidupan kita. Tanpa
ada sekolah, kita tidak bisa membaca huruf, belajar, dsb. Di Indonesia sendiri,
sudah banyak terdapat sekolah-sekolah, baik sekolah negeri, sekolah swasta dan
sekolah internasional. Semua itu hanya untuk anak-anak normal. Bagaimana dengan
anak-anak yang mempunyai kekurangan? Apakah mereka tidak boleh memperoleh
pendidikan seperti layaknya anak-anak normal?
Berikut adalah
kriteria-kriteria sekolah luar biasa kelompok kami sesuai dengan jenisnya :
SLBA adalah sekolah yang dikhususkan
untuk anak-anak yang mengalami cacat mata (tunanetra).
Gaya Auditorium yaitu
Susunan Kelas di mana semua murid duduk menghadap guru.
Guru bagi ABK-A
harus menguasai karakteristik/strategi pembelajaran yang umum pada anak-anak
tunanetra meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan, dan aspek-aspek
lainnya yang dibutuhkan oleh ABK-A dan mereka harus dibimbing oleh guru yang
sifatnya penyabar, tekun, bertanggung jawab dan memiliki kemampuan serta
pengalaman untuk melatih ABK-A tersebut.
c.
Kurikulum
Kurikulum yang digunakan untuk
ABK-A ini bisa dengan :
Metode
ceramah
Yang dimaksud dengan metode ceramah ini adalah cara penyampaian sebuah materi
pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai. Metode
ceramah dapat diikuti oleh tunanetra karena dalam pelaksanaan metode ini guru
menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan siswa mendengar
penyampaian materi dari guru.
Metode
Tanya jawab
Metode tanya jawab ialah penyampaian
pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab atau suatu
metode di dalam pendidikan di mana guru bertanya sedangkan murid menjawab
tentang materi yang ingin diperolehnya.
Menurut Zakiah Daradjat metode tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar
yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah.
Ini disebabkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauhmana murid dapat
mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang telah diceramahkan.
Siswa tunanetra mampu mengikuti pengajaran dengan menggunakan metode tanya
jawab, karena metode ini merupakan tambahan dari metode ceramah yang
menggunakan indera pendengaran.
Metode
Diskusi
Metode diskusi adalah salah satu alternatif metode yang dapat dipakai oleh
seorang guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan
pendapat para siswa. Seiring dengan itu metode diskusi berfungsi untuk
merangsang murid berfikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai
persoalan-persolan yang kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban
atau suatu cara saja, tetapi memerlukan wawasan atau ilmu pengetahuan yang
mampu mencari jalan terbaik atau alternatif terbaik.
Anak tunanetra dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar yang menggunakan
metode diskusi, mereka dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu
karena dalam metode dsikusi, kemampuan daya fikir siswa untuk memecahkan suatu
persoalan lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan
indera penglihatan
270.000/bulan
dan menyediakan potongan harga bagi siswa yang kurang mampu secara ekonomi
yaitu dengan hanya membayar uang sekolah 35%.
Penunjang
pendidikan untuk anak tunanetra secara umum sama dengan anak normal, hanya
memerlukan penyesuaian untuk informasi yang memungkinkan tidak dapat dilihat,
harus disampaikan dengan media perabaan atau pendengaran. Fasilitas fisik yang
berkaitan dengan gedung, seyogyanya sedikit mungkin parit dan variasi tinggi
rendah lantainya, dinding dihindari yang mempunyai sudut lancip dan keras.
Perabot sekolah sedapat mungkin dengan sudut yang tumpul.
Fasilitas
penunjang pendidikan yang diperlukan untuk anak tunanetra menurut Annastasia
Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah braille dan peralatan orientasi
mobilitas, serta media pelajaran yang menungkinkan anak untuk memanfaatan
fungsi perabaan dengan optimal.
Fasilitas pendidikan
bagi anak tunanetra antara lain adalah:
Huruf Braille merupakan
fasilitas utama penyelenggaraan pendidikan bagi anak tunanetra. Huruf Braille
ditemukan pertama kali oleh Louis Braille.
Tongkat putih merupakan
fasilitas pendukung anak tunanetra untuk orientasi dan mobilitas. Dengan
tongkat putih anak tunanetra berjalan untuk mengenali lingkungannya. Berbagai
media alat bantu mobilitas dapat berupa tongkat putih, anjing penuntun,
kacamata elektronik, tongkat elektronik.
Laser cane (tongkat laser)
Tongkat laser adalah
tongkat penuntun berjalan yang menggunakan sinar infra merah untuk mendeteksi
rintangan yang ada pada jalan yang akan dilalui dengan memberi tanda lisan
(suara).
Orientasi
belajar yang digunakan Teacher Center Learning dimana guru yang menjadi pusat
pembelajaran dalam suatu proses belajar mengajar.
Sekolah Luar Biasa – B adalah sekolah
yang dikhususkan untuk anak-anak yang memiliki gangguan pendengaran
(tunagrahita). Gangguan pendengaran ini juga dapat mengakibatkan gangguan
berbicara (tunawicara). Sekolah luar biasa ini menggunakan bahasa isyarat untuk
melakukan proses belajar mengajar.
Susunan kelas
atau gaya penataan kelas yang bagus adalah gaya Auditorium yang dimana satu
kelas hanya berisikan 4-8 murid yang duduk menghadap ke guru atau pengajar.
Dengan susunan kelas ini, murid-murid dapat memperhatikan guru dengan baik dan
guru juga dapat memperhatikan muridnya dengan seksama. Sebaiknya dalam satu
kelas terdapat minimal 2 orang guru sehingga apabila ada murid yang mengalami
kesulitan dapat dibantu secara maksimal.
Suasana kelas pun harus
dibuat senyaman mungkin. Untuk anak-anak TK – SD, ruang kelasnya bisa dihias
dengan hasil karya seni maupun foto-foto murid dan majalah dinding yang
berisikan list-list murid terbaik setiap minggunya. List ini bisa saja menjadi
suatu motivasi untuk murid-murid untuk belajar lebih baik lagi.
Guru yang
mengajar di sekolah SLBB harus merupakan lulusan khusus dan memiliki kemampuan
atau ahli dalam hal mengajar anak tunarungu dan tunawicara. Mereka diwajibkan
untuk menguasai bahasa isyarat. Guru juga harus bisa mengajarkan banyak hal,
selain hanya mahir di bidang eksakta atau yang teoritis, mereka juga harus
mempunyai ketrampilan seni. Guru-guru di SLBB juga diharapkan memiliki emosi
yang stabil karena untuk mengajar anak SLBB harus menggunakan kesabaran ekstra.
Kurikulum yang
digunakan mungkin bisa menggunakan kurikulum yang digunakan oleh
sekolah-sekolah biasa. Tapi sebelum memasuki SD ataupun tahapan yang lebih tinggi, dibutuhkan kelas
persiapan bahasa isyarat dan bahasa bibir sehingga murid-murid tunarungu dan
tunawicara ini tidak begitu banyak mengalami kesulitan. Bahasa bibir juga
penting untuk dipelajari karena ketika murid itu berada di lingkungan yang
dimana semuanya tidak memiliki gangguan, bahasa isyarat tidak bisa begitu
digunakan karena tidak semua anggota masyarakat memahami bahasa isyarat.
Biaya yang
dikenakan kepada murid-murid di sekolah SLBB sama dengan biaya rata-rata
sekolah biasa. Tidak ada perbedaan biaya antara sekolah normal dengan SLBB ini.
Untuk murid yang kurang mampu, diringankan biayanya ataupun pihak sekolah
membantu orang tua murid untuk mencari beasiswa ataupun sponsor dari luar.
Setiap kelas
harus terdapat sebuah TV. TV tersebut berguna untuk memberitahukan
pemberitahuan penting (tentunya dengan bahasa isyarat) ataupun menonton hal-hal yang bisa membantu
proses belajar mengajar murid-murid tunarungu tersebut. Selain TV, mungkin AC
juga diperlukan agar murid terasa lebih nyaman.
Sekolah juga
harus mempunyai asrama (dorm) untuk murid-murid yang berasal dari luar daerah.
Dorm ini selain bisa ditinggali oleh murid-murid dari luar daerah, murid yang
berasal dari dalam daerah juga bisa tinggal disana tergantung dengan keputusan
orang tua murid.
Sekolah juga
harus mempunyai kelas ekstrakurikuler misalnya kelas komputer, bahasa asing,
literature, menggambar, memasak, olahraga dan sebagainya. Kelas ini diharapkan
dapat membantu murid untuk menyalurkan minat dan bakat mereka tanpa terhambat
oleh kelainan atau kekurangan yang dimiliki mereka.
Sekolah harus
memiliki jaringan internet wireless (WIFI) yang bagus sehingga murid bisa
mengakses internet yang mungkin bisa membantu proses belajar mereka dan agar
mereka tidak ketinggalan informasi terkini. Media untuk mengakses internet
harus menggunakan computer atau laptop yang disediakan sekolah. Murid-murid
tidak diizinkan membawa gadget sendiri karena bisa saja terjadi kesetimpangan
sosial.
Koperasi
sekolah, UKS, kantin dan perpustakaan juga harus dimiliki oleh sekolah ini.
Tentunya semua fasilitas sekolah disesuaikan dengan murid-murid yang tunarungu dan
tunawicara.
Orientasi Belajar untuk anak kelas TK –
SD harus menggunakan sistem TCL (Teacher-Centered Learning) dan untuk tingkat
yang lebih tinggi, sudah bisa menggunakan SCL (Student-Centered Learning)
dengan tujuan, murid diharapkan dapat bersosialisasi dengan teman-teman,
berusaha mengerjakan tugas sendiri tanpa bantuan guru, dll. Hal ini berguna
untuk mempersiapkan murid-murid tunarungu dan tunawicara untuk bisa
berinteraksi di dunia sebenarnya layaknya orang biasa.
3. SLBC
SLBC ditujukan bagi anak-anak yang tunagrahita.
Tunagrahita adalah keadaan keterbelakangan mental atau biasa dikenal juga
sebagai retardasi mental. Retardasi mental adalah adalah kondisi sebelum usia
18 tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ dibawah
70) dan sulit menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari.
Retardasi mental ini sendiri memiliki empat tipe yang dibedakan berdasarkan
tingkat intelegensinya, yaitu:
·
Ringan (mild) : 55-70
·
Moderat
: 40-54
·
Berat (severe) : 25-39
·
Parah : < 25
Nah, untuk anak-anak
yang tunagrahita dapat memperoleh pendidikan melalui Sekolah Luar Biasa C
(SLBC). Berikut adalah hal-hal yang
diperhatikan dalam SLBC ini, yaitu:
a.
Tata
Ruang Kelas
Hal yang penting dalam tata ruang untuk anak yang retardasi
mental yaitu tempat yang luas sekitar ukuran 6x7 meter. Kurang lebih seperti
ini tampak kelas bagi TK untuk SLBC :
Satu kelasnya
maksimalnya terdiri dari 10 orang anak dan 5 guru didalamnya. Sehingga satu
guru dapat mengawasi dan mengajar untuk dua orang anak. Ruang harus luas
sehingga anak dapat secara bebas bergerak dan berinteraksi. Kemudian,
barang-barang yang digunakan, seperti mainan, juga harus aman, baik dari apa
mainan dibuat maupun dari segi kandungan kimia didalam mainan, haruslah yang
tidak membahayakan sehingga dapat meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan. Ruang dibuat senyaman mungkin, seperti menggunakan AC dan pengharum
ruangan.
Bentuk meja sengaja dibuat gaya
seminar sehingga pengajar dapat mengajari secara face-to-face kepada si anak.
Disediakan pula karpet tempat bermain si anak, walaupun dinamakan tempat
bermain, karpet tersebut dapat digunakan dalam proses belajar jika si anak
sulit untuk dapat duduk tenang di kursi. Dan kelas juga di-cat dengan warna
yang bagus yang dapat membawa perasaan tenang, damai, dan sejuk serta hindari
menggunakan warna yang terlalu mencolok.
b.
Pengajar
Dalam
memilih pengajar untuk SLBC haruslah memiliki tingkat kesabaran yang tinggi,
mampu berkomunikasi dengan baik, serta alangkah lebih baik jika tamatan dari
psikologi. Sehingga, dapat memahami si anak dengan lebih baik. Kemudian
pengajarnya juga harus kreatif sehingga pembelajaran tidak membosankan bagi si
anak. Pengajar yang terdapat di dalam kelas sebanyak 5 orang dengan 10 orang
siswa dengan harapan dapat secara efektif dalam proses belajar-mengajar.
c.
Kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam proses
belajar-mengajar ini harus mengajarkan terlebih dahulu tentang ‘Bina Diri” yang
didalamnya mencakup:
·
Mengurus diri
·
Menolong diri
·
Komunikasi dan
Sosialisasi
Dan diharapkan, guru mengajarinya dengan melalui
teknik modeling, yaitu mempraktekan secara langsung agar si anak memperhatikan
dan melakukan hal yang diajarkan oleh guru tersebut. Dan ibu guru tersebut juga
harus mampu menjelaskan segala sesuatunya secara konkret dan rinci. Karena
anak-anak retardasi mental cenderung tidak mampu memproses hal-hal yang
abstrak.
Strateginya yaitu, pembelajaran
yang diindividualisasikan dimana mereka belajar bersama-sama dalam satu kelastetapi
kedalaman dan keluasan materi, pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda
sesuai dengan kemaampuan dan kebutuhan si anak atau peserta didik. Metode yang
digunakan dapat pula dengan metode kooperatif dimana dapat mengajari anak dalam
komunikasi dan sosialisasi dengan orang lain.
d.
Biaya
Jika
membicarakan tentang biaya SLBC ini relatif mahal, karena membutuhkan energi
dan usaha ekstra bagi para pengajar. Jika saya yang membuat sekolah, uang
sekolah si anak Rp 350.000/bulan dan akan mendapat potongan harga bagi orang
tua yang kurang mampu.
e.
Fasilitas
Fasilitas sekolah
merupakan penunjang aspek penting dalam membangun sekolah khususnya SLBC ini.
Fasilitasnya dapat berupa indoor maupun outdoor.
·
Fasilitas Indoor :
- Toilet
- Musholla
- Ruang khusus ekstrakurikuler, seperti: ruang alat musik
- Ruang khusus bermain dan pengasuhnya
- Perpustakaan mini
- 1
Kamar tidur anak dengan 4 single bed
- Ruang konsultasi bagi orang tua
·
Fasilitas Outdoor :
- Taman
bermain
- Kantin
- Kolam
renang mini
- Pendopo
- Halaman
parkir
- Security
atau satpam
f.
Orientasi Belajar
Tentu saja orientasi belajar pada anak SLBC yaitu TCL
(Teacher-Centered Learning), yaitu sistem belajar dimana guru berperan penting.
4.
SLBD
Sekolah luar biasa (SLB) tipe D ini
adalah sekolah bagi anak tuna daksa. Yaitu anak-anak berkebutuhan khusus secara
fisik, atau cacat pada tubuh. SLB-D tentunya harus memiliki pengaturan khusus
yang berbeda dari sekolah biasa, yang dapat memberi kemudahan bagi
siswa-siswanya.
Berikut
beberapa pengaturan dan ketentuan dalam SLB-D :
a. Manajemen
Kelas
·
Kelas antara murid
dengan tingkat kebutuhan yang berbeda sebaiknya dipisah. Misalkan anak dengan
cacat fisik ringan dipisahkan dengan cacat fisik berat.
·
Jumlah murid tiap kelas
tidak melebihi 20 orang.
·
Setiap kelas memiliki
asisten guru yang membantu murid setiap saat.
·
Gaya pengelolaan kelas
yaitu duduk melingkar. Guru dapat memonitor murid-muridnya, antar siswa juga
dapat berkomunikasi dengan baik.
·
Membuat dan
mendiskusikan aturan yang disepakati bersama sebelum kelas.
b. Guru
Guru
dalam Sekolah Luar Biasa tentu saja harus orang-orang berpengalaman atau
setidaknya mengenal dunia anak berkebutuhan khusus tersebut. Jika tidak, maka
guru - guru tersebut harus terlebih dahulu diberikan training atau pelatihan.
Orang yang memiliki kebutuhan khusus juga
dapat menjadi guru di SLB. Mereka merupakan orang yang paling berpengalaman
karena mengalami sendiri. Mereka akan lebih mengerti siswa, dan mengetahui hal-
hal apa yang dibutuhkan siswa. Selain itu, dapat juga menjadi motivasi bagi
siswa-siswanya , bahwa orang berkebutuhan khusus juga dapat memiliki karier dan
diterima masyarakat.
c. Kurikulum
Anak
berkebutuhan khusus tuna daksa belum
tentu memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari anak-anak normal.
Kurikulum dari sekolah normal bisa saja diterapkan. Hanya saja mungkin ada
aspek-aspek tertentu yang terbatas karena adanya keterbatasan.
Dalam
setiap SLB perlu adanya kelas motivasi. Yaitu kelas dimana pengajar memberikan
motivasi pada siswa-siswanya. Memberikan pengertian pada siswa-siswanya bahwa
keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Serta memotivasi murid-murid agar
tidak merendahkan diri sendiri. Meningkatkan self-concept dan self-esteem
mereka.
Beberapa kelas
khusus yang dapat diadakan :
•
Anak dengan cacat pada
bagian tubuh tertentu diberikan pelajaran tambahan. Misalnya, anak dengan cacat
di tangan atau jari, maka diberikan kelas tambahan untuk belajar menulis dengan
baik.
•
Kelas khusus pelatihan
kaki bagi anak yang tidak dapat menggunakan tangan. Ini bertujuan agar kaki
anak dapat lebih terlatih melakukan beberapa tugas menggantikan tangannya.
d. Biaya
Biaya
yang dikenakan pada murid sekitar Rp.350.000,- per murid. Untuk anak yang
kurang mampu diberi keringanan uang sekolah.
e. Fasilitas
·
Setiap kelas sebaiknya
dilengkapi rak buku untuk masing-masing murid. Rak tersebut didesain dengan
tinggi berbeda-beda, sesuai kebutuhan si anak. Misalnya, anak yang cacat kaki ,
tidak bisa berdiri, diberi rak yang bawah.
·
Jika dalam sekolah
terdapat tangga, maka dibuat jalur khusus kursi roda.
·
Di sepanjang lorong
kelas dalam sekolah, di buat pegangan tangan di dinding-dinding yang memudahkan
siswa berjalan.
·
Berbagai fasilitas
olahraga dan hobi yang berbeda sesuai kebutuhan khusus anak. Misalnya anak
dengan cacat tangan bermain sepak bola. Anak dengan cacat kaki bermain catur.
·
Toilet di sekolah
didesain untuk orang yang berkebutuhan khusus.
f. Orientasi
Belajar
Dalam
sekolah luar biasa, orientasi belajar siswa cenderung TCL atau Teacher-Centered
Learning, yaitu proses pembelajaran dalam kelas yang berfokus pada gurunya.
Guru mengajarkan setiap hal yang diajarkan dan murid mendengarkan.
Student-Centered
Learning atau SCL juga dapat diterapkan. Namun, tentu saja harus melihat
pelajaran apa yang dipelajari dan juga melihat murid dalam kelas tersebut
apakah mampu. Contohnya kelas kerajinan tangan, guru hanya perlu member tahu
cara dasar pengerjaannya, dan selanjutnya dapat dikerjakan murid itu sendiri.
Setiap karya yang dihasilkan siswa juga harus diberi penilaian dan umpan balik
oleh si guru.
5.
SLBE
SLBE
adalah sekolah yang dikhususkan untuk anak-anak yang mengalami gangguan emosi.
a. Susunan
Kelas
Susunan
kelas dibuat dengan gaya seminar. Dimana semua anak duduk dan bergabung dalam
bentuk lingkaran besar ataupun U.
Sehingga anak dapat bersosialisasi dengan baik antara anak yang satu
dengan anak yang lain. Sehingga bisa terbentuk kehidupan sosial yang baik
anatar anak yang satu dengan anak yang lain dan dapat beradaptasi dengan semua
anak, bukan hanya sebagian.
b. Guru
Akan
sangat diperlukan seorang guru yang sangat sabar dan tekun, yang mampu
memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak anak tunalaras. Sehingga baik emosi
maupun tingkah laku dari anak tersebut dapat sedikit terkontrol.
c. Kurikulum
Kurikulum
yang digunakan merupakan pembelajaran terpatu, sama seperti anak sekolah yang
normal lainnya, tetapi disini peran guru yang sabar dan juga memberi rasa
nyaman harus dioptimalkan, sehingga anak tuna laras tidak merasa tertekan
dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Dan perlu ditambahkan pula
kurikulum “moving class” agar anak tuna laras terbiasa dan mulai bersosialisasi
dengan dunia luar, dan harus mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
d.
Biaya
400.000/bulan
untuk kelas reguler dan biaya tambahan 300.000 untuk anak yang diasramakan. Dan
menyediakan beasiswa bagi juara kelas I, II, dan III. Yaitu hanya membayar uang
sekolah 10% bagi juara I, 30% bagi juara II, dan 50% bagi juara III.
e.
Fasilitas
Fasilitas
yang akan disediakan di sekolah khusus untuk anak tuna laras seperti asrama,
ruang bermain, ruang konsultasi, dan juga ruang yang di design seberti rumah
sendiri. Sehingga tidak terlalu sulit untuk anak agar dapat beradaptasi. Dan
fasilitas ruang olahraga, agar anak tunalarass dapat melampiaskan ataupun
mengalihkan emosinya ke arah yang lebih positif.
f.
Orientasi Belajar
Orientasi
belajar yang digunakan Teacher Centre Learning. Karena tidak memungkinkan bagi
anak tuna laras dengan ketidakstabilan emosi untuk dicanangkan orientassi
belajar Student Center Learning.
Sekian sekolah luar biasa yang ciptaan
kelompok 6. Diharapkan Sekolah Luar Biasa di Indonesia bertambah banyak
sehingga anak-anak yang mempunyai kekurangan bisa mendapat pendidikan layaknya
anak-anak normal. Terima Kasih.